Sabtu, 13 September 2008

Gerakan Pemikiran Islam di Indonesia dalam Mengokohkan Negara”

Arkeologi Kehadiran Islam Di Nusantara

Islam dalam kondisi ke indonesiaan hadir dalam ruang apresiasinya sendiri yang kontekstual trasformatif, sehingga kehadiran islam di nusantara di permana hadir tanpa berdialog terhadap tradisi, sebab semua hal yang berdialektika dalam ruang social hadir segaligus terbagi, tercampur terkondisikan dalam menghadirkannya. Makna makna kehadiran dalam hal ini termasuk makna kehadiran Islam di ruang publik terkondisikan oleh kehadiran sesuatu yang sudah ada sebelum kehadirannya yang mengharuskannya berbicara lain atau Dalam pemaknaan bahasa hermeunetika bahwa ada pra paham sebelum sesuatu itu dimaknai oleh seseorang pra paham yang dimaksudkan tidak ada satu manusia yang kosong dari tradisi dan pengetahuan awal dalam memahami sebuah keberadaan wujud ekstensi dan wujud eksistensial, oleh karena itu tidak ada ekstrimitas netral dalam memahami dan menghadirkan suatu makna, sebab setiap pemaknaan dipengaruhi oleh sang pemakna terhadap wujud realitas yang termaknakan, sehingga makna yang hadir dipengaruhi identitas pribadi atau pekentingan sang pemakna. Situasi pemaknaan tersebut mengharuskan Islam hadir di ruang publik Indonesia menerima konteks dan kondisi serta proses kontekstualisasian Islam agar terbaurkan tercampurkan oleh nalar masyarakat dan kesadaran kebudayaan atau konstitusi cultural, maka kehadiran islam dalam konteks pemaknaan ini berbeda dalam konteks ruang pemaknaan lain. yang dimaksudkan tersebut kehadiran islam yang berbeda bermakna ganda dia bisa bermakna kepenganut islam masing-masinmg individu serta islam juga bisa dimaknai dalam konteks ruang sejarah (historis) dan ruang budaya. Dalam Ruang kehadirannya, Islam Indonesia dan islam Arabisme pasti manghadirkan pengertian terhadap para penganutnya memiliki pemaknaan yang berbeda-beda, sebab para penganutnya terkondisikan terhadap realitas kontitusi nalar serta kehadiran kutural dalam ruang dimana islam di apresiasi, dimaknai. sebagaiman Gusdur bicara islam pribumisasi Nur chalis Madjid menghadirkan islam New Modernisme. keragaman pemahaman islam bisa dilihat dalam pernyataannya akhmad wahid bahwa islam gusdur dan amin rais masing-masing punya konteks kehadiran, sehingga kehadiran keberagamaannya masing-masing memiliki makna historis dan makna konteks yang membuatnya beragam apresiasi.

Pada awalnya Islam dibawa oleh sang actor sejarah dibuat dekat dengan kekerabatan dan pendekatan kemanusiaan, hal ini bisa dilihat dari proses dihadirkannya islam dalam pernikahan dan tradisi wayang bahkan islam dihadirkan dalam konteks kerajaan-kerajaan dengan proses akulturasi budaya dalam tradisi pernikahan dari setiap keturunan para raja. Terjadi proses kesepakatan batiniah yang lebih dikenal dengan kesatuan ruang batin masyarakat beradab Atau kontrak sosial dalam ruang kebatinan dalam hal ini Berbeda dengan kontrak sosial Thomas Hobbes, Sebab kontrak social Thomas Hobbes itu hanya memandang ikatan social yang dilahirkan berangkat dari asumsi dasarnya yang mendefinisikan manusia sebagai makhluk material, hal ini dapat diidentifikasi dalam digtumnya” Homo humini lupus” Manusia adalah serigala bagi sesamanya, karena manusia adalah serigala bagi sesamanya maka manusia perlu adanya kontrak social agar tidak terjadi saling memangsa. Disisi lain kontrak yang dimaksudkan penulis sejalan dengan makna lain piagam madina sebagai sebuah kontrak sosial demi cita masyarakat madani.

Pendekatan kemanusiaan serta hadirnya perkawinan (Tradisi nation state) dalam menghadirkan Islam, membuat para Penganut Islam lebih manusiawi dan dekat dengan realitas kemasyarakatan kita. islam dapat diterima dengan mudah dan bisa manjadi kekuatan yang mendasar serta mengakar dalam nalar konstitutif dan nalar tradisi masyarakat kita. Pengertian islam dalam Arkeologi kontekstualisasi sejarah mengarah pada penguatan identitas keberadaan ruang sosial ke Indonesiaan, sehingga islam diharuskan hadir tidak mengasingkan keberadaan ruang historis ke Indonesiaan yang menjadi dasar sosial masyarakat terbentuk ( baca: Indonesia pra islam ),tetapi islam beroperasi melakukan Rekonstruksi kesadaran dari sikap tertutup menjadi terbuka dan bebas dalam menghadirkan pemaknaan yang dialektis terhadap wujud ekstensi serta wujud eksistensial ke indonesiaan yang bersifat multi cultural.

Islam Menghadirkan Kekuatan Identitas Kebangsaan

Islam sebagai sebuah prinsip dan perekat nilai-nilai Adi Luhung atau local wisdom menjadi ranah kontekstualisasi menghadirkan kembali nilai-nilai dasar kebangsaan yang ditenggelamkan oleh kolonialisme dan imperialisme masa lalu, dalam konteks kekinian kuasa dan penindasan beroperasi dalam sebuah proses hegemoni dan permainan ideologi Palsu lewat kuasa pengetahuan (pewer is knowledge) serta penanaman kesadaran palsu yang bekerja lewat Ideologi bentukan (Baca : Appartus materil dan apparatus ideolognya Althusser). Dengan melakukan counter Hegemoni ideologi dalam menghadirkan islam kontekstual, maka dengan sendirinya islam menjadi sebuah kekuatan pertahanan dan dasar perubahan Negara kesatuan Republic Indonesia.

Tidak bisa dipungkiri keberadaan islam di Indonesia menjadi ancaman bagi Kaum Colonial dalam melakukan penjarahan serta pembekuan kasadaran massif massa rakyat. Islam dalam perjalanannya menjadi sebuah arena perlawanan secara ideologis terhadap permainan ideologi dan kesadaran palsu dalam konteks Indonesia yang berbudaya langit yang di bungkam dengan ideologi materialisme sekuler barat yang bekerja lewat kesadaran, sehingga orang-orang yang menjalaninya (penindasan) menikmatinya secara sukarela. Ketertindasan dalam bentuk ideologi sekuler lebih berbahaya dari pada ketertindasan dalam wujud fisik material, sebab ketertindasan dalam wujud kesadaran menghadirkan orang-orang yang patuh sementara kertindasan dalam wujud fisik bagi sang tertindas dia masi dapat menyadari ketertindasannya serta sang tertindas dapat melakukan perlawanan. Ketertindasan dalam bentuk kerja ideologi tersebut yang menjadikan Bangsa kita terasing dari ruang kontekstasinya sendiri.

Filsafat materilaisme tak bertuhan beroperasi dalam kandang kasadaran untuk menghabisi keberadaan nilai budaya bangsa yang ada dalam kesdadaran yang membentuk watak masyarakat, pada akhirnya menjadikan Indonesia menjadi bangsa tanpa budaya dan identitas dalam istilah bang Alwi manusia tanpa kepala atau Negara tanpa kehadiran untuk dirinya sendiri. Identitas yang akan dilahirkan pandangan dunia barat tersebut (Word Viow)yang dasar-dasar pandangannya berangkat dari filsafat Aristoteles yang pada dasarnya Aristoteles berdebat masalah Metfisika kehadiran di yunani, tetapi di pengetahuan aristoteles tersebut dimaterialkan serta diarahkan oleh Descartes pada perdebatan Epistemolgi serta dia Memfugarkan. Filsafat barat tersebut tergambar secara paradigmtik di dalam digtumnya Rene Descartes “Cogito Arge Sum’’, Aku berfikir maka Aku Ada. Pernyataan tersebut adalah doktrin dasar Filsafat modern yang lebih dikenal dengan aliran filsafat Rasionalisme Instrumental bertujuan yang bekerja dalam discursus-diskusus kesadaran, pendidikan serta lewat sistem ideologi secara otoritarian yang menghatui kesadaran. Dalam pandangan Decartes tersebut mengasumsikan manusia sebagai pusat kesemestaan yang mengatur segalanya dengan sekehendaknya untuk mencapai kepuasan material lewat desain pengalaman ilmiah. Dari paradigma tersebut akan Dengan sendirinya alam diperlakukan sebagaimana budak atau robot yang mati hal ini terkait dengan pernyataan pemikir islam komtemporer Sayyed Hussein Naser alam bagi penganut rasionalisme dan materialisme modern adalah pelacur yang dapat diperlakukan sekehendaknya. Dari asumsi filosofis Descartes tersebut yang menjadi titik setral seluruh gerak nalar, maka terjadilah oprasi ideologi secara halus yang menghadirkan identitas yang tercabik-cabik, identitas yang kabur dan tanpa makna Batiniah(baca: Fitra menurut Murtadha).Islam keindonesiaan melakukan perlawanan terhadap pandangan dunia atau ideologi materialisme yang tak memiliki dasar keindonesiaan, sebab Asumsi Islam bahwa meterialisme hanyalah bagian terkecil dari wujud realitas dalam istilah filsafat islam materi adalah wujud terendah dari wujud realitas selainnya, karena itu islam memandang hina mereka yang menjadikan materi sebagai segala-galanya, sebab setiap yang melakukan hal tersebut melakukan sesuatu yang merendahkan kemanusiaannya sebagaiman bahasa alquran manusia bisa menjadi lebih rendah dari pada binatang ketika Manusia menjebak dirinya pada materialisme. Bukan berarti islam tidak menginginkan materi tetapi islam menginginkan Manusia tidak menjadi hamba materi, dengan melihat asumsi-asumsi yang dibagun islam maka dengan sendirinya islam menjadi dasar perubahan dan kekuatan pengubah sejarah di negara ini, hal tidak bisa dilepaskan dari aktivitas islam secara signifikan dalam gerakan intelektual dan spritualitas yang menjadi dasar perlawanan terhadap materialisme ekstrim Ala Syari Ati.

Gerakan Islam Indonesia Dalam Mengokohkan Negara

Negara dalam pengertian mendasarnya adalah sebuah ruang kompleksitas terkonstruksi lewat tradisi dan nalar cultural masyarakat yang membentuknya. Negara dalam hal ini dilahirkan dalan bentuk kontrak social. Kontrak social tersebut membuat individu-individu di dalamnya mengalami satu ikatan diri yang menyebabkan lahirnya sebuah kesatuan ruang batin barsama. Negara tersebut tidak hadir dalam ruang yang hampa akan keberadaan sesuatu Pra kehadirannya, sebab sebelum kelahiran suatu Negara sudah ada wujud yang menjadi dasar terbentuknya.

Dalam asumsi diatas bagaimana islam hadir dan melakukan sebuah artikulasi garakan, sebab gerakan dalam pengertian filsafat islam menjadi sebuah kodrat sejarah. Islam di bumi nusantara lebih mengarah kepada sebuah fenomena gerakan pemikiran dan kebudayaan yang membentuk kesadaran masyarakat bekerja untuk melawan arus Absurditas, Kolonilisme serta Neo-Kolonialisme ( Baca : Islam Pasca kolonialismenya Akhmad Baso ). Gerakan pemikiran Islam di Indonesia mengarah kepada Rekonstruksi antara Nalar Fundamentalisme islam Atau Nalar Arab Klasik, Nalar Liberalisme islam {rasionalisme Instrumental Cartesian} serta Nalar Islam Tradisional local wisdom}. Kondisi ini menghadirkan Islam yang berlawanan dengan arus Neo-Kolonialisme serta melakukan akulturasi Nalar, tetapi Islam juga hadir berhadap-hadapan sekaligus saling Membuka diri. Langkah yang banyak ditempuh dalam melihat islam yang beragam tersebut dan cendrung berbeda, harus di hadirkan dalam ruang Rekonstrusi, Refleksi dan integrasi, sebagaimana iqbal dalam pemikiran keislamannya yang dibangun dalam nalar Rekonstruksi Islam sebagai basis peradaban serta untuk membanguin dialog peradaban.

pertanyaan mendasar kita kenapa islam hadir dalam bentuk yang beragam? tentu dengan sendirinya kita akan menemukan jawabannya ketika kita bercermin pada sejarah pra kelahiran islam Indonesia. Islam hadir dalam gerakan pemikiran yang beragam tersebut disebabkan adanya keragaman kebudayaan yang di anut di Indonesia. Dimana tergambar dalam perkembangannya islam sebagai gerakan counter pemikiran dan counter Hegemoni mengajak para penganutnya terbuka terhadap sebuah perbedaan serta konsisten dengan nilai-nilai dasar yang dianutnya. Islam dalam artian tersebut menjadi sangat plural dan toleran serta membuka diri terhadap perkembangan pemikiran serta setia menjalankan hal-hal yang bersifat fundamental (Baca : islam dan Fiqhi Realistis). Dengan keberadaan islam sebagai sebuah gerakan pemikiran dalam ruang kontekstasi budaya yang tak terbatas serta beragam keberadaannya. Dalam hal ini islam berfungsi menjadi pengokoh dan penyokong Negara yang kuat, sebab keberadaannya yang siap dalam menerima perbedaan dan keterbukaan terhadap keberadaan wujud realitas lain serta kesiapannya terhadap perubahan zaman yang begitu cepat dalam bahasa Yasraf Amir, bahwa dunia sekarang adalah bagai sebuah kertas yang dilipat-lipat sampai pada akhirnya tiada lagi yang tersisa untuk bisa dilipat. Perubahan dalam bahasa yasraf tersebut mengasumsikan terjadi begitu cepat, sehingga Islam dalam hal ini terposisikan mengarahkan dirinya kepada kemampuan adaptatif dari ruang yang cepat berubah tersebut, maka sudah menjadi kemestiaan sebagai urat nadi dalam berkelaborasi memperkuat bangsa dimasa depan. Islam hadir dalam ranah yang lebih pleksibel dan Kontekstualitas. Islam dalam pengertian tersebut akan menjadikan dirinya sebagai wadah membangkitkan bangsa dari keterbelakangan pada berbagai persoalan termasuk keterbelakangan terhadap sains dan ilmu pengetahuan. Kemampuan islam menyerap tradisi keilmuan kontemporer akan membuatnya terposisikan sebagai kekuatan mendasar dalam membangun bangsa.